Yusril Soroti RUU Perampasan Aset: Bisa Timbulkan Masalah Baru
Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra-Salman Toyibi-Jawa Pos
BELITONGEKSPRES.COM - Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia (menhumham Imipas) Yusril Ihza Mahendra mengungkapkan kekhawatirannya terhadap rencana pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset. Menurutnya, aturan ini berpotensi menimbulkan persoalan hukum baru, terutama soal prosedur perampasan aset sebelum ada putusan pengadilan.
“Sering kali saat bertemu LSM, saya ditanya soal RUU ini. Kapan pemerintah membahasnya?” ujar Yusril dalam sebuah acara yang ia unggah di akun Instagram pribadinya, Kamis, 8 April.
Yusril mengakui bahwa dorongan dari masyarakat sipil untuk mempercepat pembahasan RUU tersebut sangat kuat. Namun, ia menekankan bahwa naskah RUU yang sebelumnya diajukan di era Presiden Jokowi perlu dikaji ulang secara menyeluruh.
“RUU ini memang sudah diserahkan ke DPR oleh pemerintahan sebelumnya. Tapi kalau kita pelajari lagi, ada potensi masalah baru yang muncul,” ujarnya.
BACA JUGA:Pemerintah Resmi Tutup 5 BUMN Tak Efisien, Apa Saja?
BACA JUGA:Tertinggi dalam Sejarah, Pemerintah Targetkan 350 Ribu Rumah Subsidi untuk Masyarakat MBR 2025
Ia menyoroti perbedaan mendasar antara mekanisme hukum yang berlaku saat ini dan konsep dalam RUU tersebut. Selama ini, perampasan aset hanya bisa dilakukan setelah ada vonis pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Sementara itu, dalam draf RUU yang ada, aset bisa langsung dirampas sejak awal proses hukum, bahkan sebelum sidang digelar.
“Kalau penyitaan barang bukti saat penyidikan, itu biasa dan masih ditahan sampai putusan akhir. Tapi kalau langsung dirampas di awal? Bagaimana kalau nanti terdakwanya tidak terbukti bersalah?” kata Yusril.
Menurutnya, ketentuan seperti ini bisa berdampak serius. Selain menciptakan ketidakpastian hukum, juga membuka ruang bagi penyalahgunaan wewenang oleh aparat penegak hukum.
“Saya khawatir nanti polisi justru terbebani secara psikologis dan publik akan curiga. Bisa-bisa dianggap menyalahgunakan kekuasaan,” jelasnya.
Untuk itu, Yusril menilai perlu ada pembahasan ulang terhadap substansi RUU ini sebelum pemerintah dan DPR melanjutkan proses legislasi.
“Sampai sekarang pun, DPR dan pemerintah masih pikir-pikir. Apakah RUU ini akan dibahas dalam bentuk yang sekarang, atau harus disesuaikan dulu dengan konsep hukum dalam KUHP Nasional,” pungkasnya. (jawapos)