Pemerintah Diminta Segera Terbitkan Regulasi Penetapan Upah Sektoral
ILUSTRASI. Ratusan buruh menggelar aksi menuntut kenaikan UMP DKI Jakarta dan penghapusan UU Cipta Kerja di Balai Kota DKI Jakarta, Rabu (30/10). -Ryandi Zahdomo-JawaPos.com
BELITONGEKSPRES.COM - Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 16 Tahun 2024, yang mengatur penetapan Upah Minimum Tahun 2025 dengan kenaikan sebesar 6,5 persen. Namun, regulasi ini menimbulkan polemik karena mewajibkan penetapan Upah Minimum Sektoral (UMS) tanpa panduan teknis yang jelas, sehingga menciptakan kebingungan di tingkat daerah.
Kewajiban menetapkan UMS muncul setelah Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 168/PUU-XXII/2024 membatalkan penghapusan UMS dalam UU Cipta Kerja. MK menginstruksikan Pemerintah untuk kembali memberlakukan UMS sesuai UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Gubernur kini harus menetapkan UMS untuk sektor-sektor industri tertentu berdasarkan rekomendasi Dewan Pengupahan Provinsi atau Kabupaten/Kota.
Namun, Permenaker Nomor 16 Tahun 2024 tidak memberikan arahan spesifik tentang kriteria atau metode penetapan UMS. Hal ini mengakibatkan proses diskusi di Dewan Pengupahan Daerah menjadi tidak terarah.
BACA JUGA:Prabowo Komitmen Wujudkan Kesejahteraan Melalui Program Makan Bergizi Gratis
BACA JUGA:Tidak Ada Rencana Penurunan Batas Pengenaan Pajak, Pemerintah Utamakan Stimulus untuk UMKM
Ketua Apindo Bidang Ketenagakerjaan, Bob Azam, menyoroti bahwa usulan yang diajukan sering kali tidak masuk akal, seperti pengajuan UMS untuk 47 sektor dalam satu daerah atau kenaikan upah tanpa dialog yang memadai.
"Upah sektoral seharusnya hanya berlaku untuk sektor yang memiliki karakteristik dan keahlian khusus, bukan diterapkan sembarangan. Jika ini dibiarkan, industri bisa bangkrut," ungkap Bob.
Industri nasional saat ini sedang berada dalam kondisi sulit. Berdasarkan penelitian LPEM UI, mayoritas dari 17 sektor industri utama mengalami pertumbuhan negatif sepanjang 2024. Misalnya, sektor otomotif mencatat penurunan hingga 15 persen. Di tengah situasi seperti ini, kenaikan upah sektoral yang berlebihan dapat menambah beban pelaku usaha.
Apindo menegaskan bahwa jika kebijakan penetapan UMS tidak dikelola dengan baik, daya tarik Indonesia sebagai tujuan investasi akan terancam. Ketua Umum Apindo, Shinta Kamdani, menegaskan perlunya langkah cepat dari pemerintah untuk mengatasi permasalahan ini. "Jangan sampai Indonesia kehilangan reputasi sebagai negara yang ramah terhadap industri dan investasi," tegasnya.
BACA JUGA:Apindo Ungkap 5 Langkah untuk Meningkatkan Daya Saing Ekonomi Nasional
BACA JUGA:Pemerintah Pastikan Kenaikan PPN Tidak Berdampak pada Harga BBM
Apindo telah mengirimkan surat kepada Menteri Ketenagakerjaan, Yassierli, untuk meminta panduan teknis yang jelas terkait penetapan UMS. Panduan ini diharapkan dapat mengarahkan diskusi di Dewan Pengupahan Daerah agar tidak melebar, serta menciptakan kepastian bagi pelaku industri dan pekerja.
"Dengan panduan yang jelas, daerah tidak akan lagi seenaknya dalam menetapkan upah sektoral. Presiden Prabowo sudah memberikan arahan soal kenaikan upah minimum, itu yang seharusnya dijadikan dasar," kata Bob.