Papatonk, Kerupuk Udang 'Made in Indonesia' untuk Pasar China
Suprapto Santoso, CEO United Harvest China Co., Ltd perusahaan yang memproduksi dan mendistribusikan kerupuk udang "Papatonk" di China-Desca Lidya Natalia-ANTARA
"Maka kami melihat adaptasinya adalah menciptakan 'snack' kerupuk dengan budaya yang mereka sudah paham yaitu mengemil 'potato chip', pasar China ternyata bisa menerima kerupuk udang yang sudah mateng dan dikasih bumbu, edukasi pasar pun tidak terlalu sulit," ungkap Suprapto.
Cara memakan camilan kerupuk udang di China berbeda dengan cara mengonsumsi kerupuk udang di Indonesia yang menjadikan kerupuk sebagai teman makan nasi.
"Konsumen China itu kurang begitu fasih dalam hal deep frying preparation di rumah. Kalau mereka dikasih kerupuk mentah dan diminta menggoreng sendiri, mereka tidak tahu kapan harus angkat kerupuknya, karena secara tradisional budaya masakan merekan adalah dikukus, maka kami pun tidak menjual kerupuk mentah seperti budaya di Indonesia, tetapi kerupuk matang yang langsung dimakan seperti keripik kentang," jelas Suprapto.
BACA JUGA:Dilema Buah Simalakama: Perlindungan Guru Vs Perlindungan Siswa
Kebiasaan memakan kerupuk atau emping-empingan sebagai teman nasi, ungkap Suprapto hanya ada di beberapa negara di Asia Tenggara termasuk di Indonesia, Vietnam, Thailand maupun Malaysia.
Kerupuk udang buatan "Papatonk" pun menjadi teman konsumen China saat nonton TV di rumah atau main ponsel, persis seperti potato chip.
"Di situ kita lihat potensinya dijadikan snacking kategori tidak sebagai temannya nasi seperti di Indonesia," kata Suprapto.
Suprapto mengaku produknya sangat diminati konsumen China saat masa pandemi Covid-19 karena mayoritas masyarakat China berada di rumah dan banyak mengonsumsi "snack" termasuk kerupuk udang Papatonk.
"Tapi dua tahun terakhir sangat berat buat kami selain karena persaingan di retail, tapi juga masyarakat sering bepergian keluar rumah, jadi tidak 'snacking' lagi,"
BACA JUGA:Sinergi Meningkatkan Kepatuhan Pajak Melalui Single Profile Policy
Selain itu, kondisi perekonomian China yang mengalami penurunan ditambah dengan perang dagang dan lainnya juga ikut mempengaruhi omzet "Papatonk".
Made in Indonesia
Latar belakang pendidikan Suprapto sendiri bukanlah di bidang makanan atau ekonomi, melainkan Mechanical and Industrial Engineering di AS. Saat berada di AS, ia pun bekerja paruh waktu untuk membiayai kuliah dan hidup.
Suprapto kemudian bekerja di perusahaan AS tapi ditempatkan di China pada 2003 dan sedikit demi sedikit mengumpulkan modal usaha.
Dari modal tersebut, ia mendirikan perusahaan pada 2008 dan menjadikan "Papatonk" sebagai proyek keempatnya pada 2011.
Nama "Papatonk" sendiri bukanlah dari bahasa Mandarin apalagi Inggris, melainkan berasal dari bahasa Sunda yang artinya capung. Logo "Papatonk" menggunakan dasar warna hijau dengan capung kecil di bagian atas.