Di Balik Sidang Majelis Umum PBB, Solusi Dua Negara dan Prabowo-Trump
Suasana saat Presiden Prabowo Subianto menghadiri 'Multilateral Meeting on the Middle East' yang digelar di Ruang Konsultasi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), New York, Amerika Serikat, Selasa (23/9/2025)-BPMI Setpres-ANTARA/HO
Solusi dua negara ini bermula dari Resolusi PBB 181 pada 1947 yang membagi wilayah Palestina menjadi dua negara: satu negara Arab, satu Yahudi dengan Yerusalem ditempatkan di bawah rezim internasional khusus. tertentu. Israel menyetujui, tapi negara-negara Arab dan Palestina menolak.
BACA JUGA:Interoperabilitas: Tantangan Modernisasi TNI Mengawal Asta Cita
Lalu, dikarenakan pembagian wilayah tak kunjung disepakati, pada 1993–1995, terbentuklah Kesepakatan Oslo. Pertama kali Israel dan Otoritas Palestina sepakat untuk negosiasi menuju dua negara, dan didukung oleh PBB serta negara-negara besar.
Puluhan tahun berlalu, pembahasan mengenai implementasi Solusi Dua Negara terus berlanjut. Termasuk melalui New York Declaration pada 12 September lalu yang disepakati oleh 142 dari total 193 negara anggota PBB.
Pasca pertemuan Trump dengan pemimpin negara-negara Islam dan Arab, muncul proposal Trump untuk Gaza.
Proposal tersebut mengamanatkan penghentian permusuhan, perlucutan senjata seluruh kelompok bersenjata di Gaza, dan penarikan bertahap Israel dari wilayah kantong yang hancur akibat perang tersebut, yang akan diperintah oleh otoritas teknokratik di bawah pengawasan badan internasional yang dipimpin oleh Presiden AS.
Kelompok perlawanan Palestina, Hamas, menyetujui secara garis besar isi dari proposal tersebut pada 4 Oktober. Kendati demikian, Hamas menyatakan bahwa detail dari rencana tersebut masih harus didiskusikan lebih lanjut.
BACA JUGA:Kesiapan SPPG Memenuhi Sertifikasi dari Pemerintah demi Keamanan MBG
Solusi dua negara mungkin menjadi solusi paling ideal untuk diimplementasikan demi perdamaian di kawasan, mengingat sebagian besar negara anggota PBB telah menyetujuinya.
Jika, proposal Trump untuk Gaza masih belum sempurna, masih belum mengakomodir arti adil bagi rakat Palestina, terutama Gaza, ini momentum yang tepat untuk menambahkannya.
Namun satu hal, menghukum Israel terutama Netanyahu yang menjadi pemimpin genosida di Gaza, beserta pasukan pendukungnya, adalah sebuah keharusan.
Komisi Penyelidikan Internasional Independen PBB telah menyatakan bahwa Israel telah melakukan genosida di Israel.
Integrated Food Security Phase Classification (IPC) pada Agustus 2025 telah resmi mendeklarasikan bahwa lebih dari setengah juta orang di Gaza terjebak dalam kondisi kelaparan, yang ditandai dengan kelaparan massal, kemiskinan ekstrem, dan kematian yang sebenarnya dapat dicegah.
BACA JUGA:ELTC, Strategi Mencetak Lapangan Kerja Lewat Insentif Pajak
Tidak boleh dilupakan fakta bahwa Israel yang memberlakukan blokade di Gaza, rumah bagi hampir 2,4 juta orang, selama hampir 18 tahun—adalah sebuah fakta.