Memahami Chilean Paradoks, Mengantisipasi Jebakan Pendapatan Menengah
Pengunjuk rasa melakukan demonstrasi sambil membawa bendera dan poster saat protes atas model ekonomi negara Chili di Santiago, Chili, Jumat (25/10/2019)-Ivan Alvarado/wsj/cfo-REUTERS
Semua negara di dunia memiliki cita-cita untuk mencapai kemakmuran bagi rakyatnya, dan salah satu ukuran paling populer untuk menilai kemajuan suatu negara adalah melalui perhitungan pendapatan per kapita warga negara tersebut.
Akan tetapi, sejarah menunjukkan bahwa tidak semua negara yang berhasil meningkatkan pendapatan nasionalnya, mampu memastikan kesejahteraan merata bagi seluruh warganya. Fenomena inilah yang tercermin dalam kasus Chilean paradox yang terjadi pada salah satu negara di Amerika Latin, Chile, yaitu sebuah kondisi ketika pertumbuhan ekonomi makro terlihat stabil, tetapi di tingkat masyarakat terjadi kesenjangan yang menimbulkan krisis sosial.
Chile selama beberapa dekade pernah dipuji sebagai negara yang mempunyai pertumbuhan ekonomi yang konsisten di Amerika Latin. Negara ini juga berhasil menjaga stabilitas makro dan reformasi pasar yang progresif, sehingga digadang-gadang akan menjadi contoh sukses bagi negara berkembang lainnya.
Namun, di balik keberhasilan yang tampak di permukaan, ternyata tersimpan masalah serius pada internal struktur perekonomian negara, yang ditandai dengan adanya ketidakmerataan distribusi pendapatan, biaya pendidikan dan kesehatan yang tinggi, serta minimnya mobilitas sosial.
BACA JUGA:Tantangan Pelajar di Era Digital, Cyberbullying!
Semua ini memuncak pada gelombang protes besar pada 2019, yang akhirnya membuka mata dunia bahwa pertumbuhan ekonomi tanpa pemerataan adalah pondasi yang rapuh bagi setiap negara.
Fenomena Chilean paradox tersebut saat ini juga berpotensi terjadi di Indonesia. Sebagai negara dengan pendapatan per kapita sekitar USD 4.960 pada tahun 2024 dan merupakan negara dengan posisi pendapatan menengah, Indonesia sedang berjuang keras agar tidak terjebak dalam middle-income trap atau jebakan pendapatan menengah.
Istilah ini pertama kali populer setelah dipakai dalam sebuah laporan Bank Dunia yang dirilis pada tahun 2007 berjudul An East Asian Renaissance: Ideas for Economic Growth di mana middle income dalam buku ini mengacu pada keadaan ketika sebuah negara berhasil mencapai ke tingkat pendapatan menengah, tetapi tidak dapat keluar dari tingkatan tersebut untuk menjadi negara yang maju.
Guna memastikan pembangunan tidak hanya menampilkan angka pertumbuhan semata, melainkan juga mencerminkan keadilan sosial bagi warga negara, maka setiap pemerintahan perlu memahami mengenai urgensi dan antisipasi kemunculan Chilean paradox yang dapat membuat tujuan pembangunan menjadi tidak tepat sasaran dan berdampak strategis kepada rakyatnya.
BACA JUGA:Trauma Anak Broken Home: Luka Bantin yang Perlu Disembuhkan
Selain itu juga, penting untuk mengantisipasi terjadinya konflik sosial-ekonomi dan jebakan ekonomi menengah yang saat ini menjadi tantangan dalam pembangunan ekonomi di berbagai negara termasuk Indonesia.
Menghindari middle-income trap
Fenomena Chilean paradox berkaitan erat dengan konsep middle-income trap. Negara berpendapatan menengah menghadapi dilema: mereka tidak lagi bisa bersaing dengan negara berbiaya rendah dalam produksi padat karya, tetapi juga belum cukup inovatif untuk menandingi negara maju dalam sektor teknologi tinggi.
Indonesia saat ini berada pada persimpangan penting dalam perjalanan ekonominya. Dengan PDB per kapita sekitar USD 4.960 pada tahun 2024 dan pertumbuhan ekonomi yang relatif stabil di kisaran 5 persen, ditambah inflasi yang terkendali serta cadangan devisa yang sehat, kondisi makroekonomi Indonesia tampak cukup solid.
Namun, di balik stabilitas itu, terdapat sejumlah tantangan struktural. Fenomena Chilean paradox mengingatkan kita bahwa angka pertumbuhan tinggi tidak selalu sejalan dengan pemerataan manfaat. Dengan gini ratio 0,375 pada Maret 2025, yang meski menurun namun masih di atas standar negara maju, ketimpangan pendapatan di Indonesia masih nyata yang berisiko memicu ketidakstabilan sosial jika tidak segera ditangani.