Kemenhaj Terapkan Skema Baru, Masa Tunggu Haji Antarprovinsi Dipastikan Lebih Adil
Tangkapan layar - Menteri Haji (Menhaj) dan Umrah Mochamad Irfan Yusuf-Tri Meilani Ameliya-ANTARA
JAKARTA, BELITONGEKSPRES.COM – Menteri Haji dan Umrah RI, Mochamad Irfan Yusuf (Gus Irfan), menegaskan bahwa pembagian kuota haji reguler antarprovinsi untuk penyelenggaraan 1447 Hijriah/2026 Masehi akan didasarkan pada prinsip berkeadilan dan proporsionalitas. Perubahan mendasar dalam rumus pembagian ini menggunakan pendekatan daftar tunggu (waiting list) sebagai basis utama.
Keputusan ini diambil untuk menjawab keresahan publik terkait panjangnya masa tunggu di berbagai daerah dan untuk memastikan setiap calon jemaah mendapatkan kepastian keberangkatan yang lebih adil dan terukur.
Menurut Menhaj Irfan Yusuf di Jakarta, kebijakan ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2025 yang mengatur secara tegas pembagian kuota haji reguler harus mencerminkan keadilan dan proporsionalitas.
BACA JUGA:Indonesia-Arab Saudi Teken MoU Haji 2026, Kuota Ditetapkan 221.000 Jamaah
BACA JUGA:Arab Saudi Rampungkan Kontrak Haji 2026 untuk Lebih dari 1 Juta Jemaah
Gus Irfan menjelaskan, Pasal 13 ayat (2) UU 14/2025 membuka tiga opsi pendekatan dalam pembagian kuota:
- 1Berdasarkan proporsi jumlah daftar tunggu jemaah haji antarprovinsi.
- 2Berdasarkan proporsi jumlah penduduk Muslim antarprovinsi.
- 3Kombinasi dari kedua pendekatan tersebut.
"Dengan ketentuan baru ini, UU 14/2025 menghadirkan reformasi mendasar dalam sistem pembagian kuota haji," kata Gus Irfan, menambahkan bahwa tujuannya adalah menyesuaikan kesempatan berangkat dengan waktu pendaftaran dan kondisi demografis masing-masing provinsi.
Alasan Pemilihan Basis Daftar Tunggu
Pemerintah memilih opsi daftar tunggu (waiting list) karena dianggap paling memenuhi rasa keadilan, kepastian, dan kemaslahatan bagi calon jemaah.
Selama ini, pembagian kuota yang berbasis proporsi penduduk Muslim dinilai menimbulkan kesenjangan masa tunggu yang lebar antarprovinsi. Keputusan ini lahir dari telaah mendalam, pembahasan bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dan masukan publik yang menyoroti masa tunggu puluhan tahun tanpa kepastian.
"Opsi waiting list memberikan jawaban konkret terhadap aspirasi masyarakat," jelas Gus Irfan.
Ia menambahkan, pemerintah yakin pendekatan ini paling relevan dengan kondisi faktual dan semangat keadilan dalam undang-undang, serta terbukti mampu menekan disparitas masa tunggu nasional menjadi lebih wajar dan merata.
Kementerian Haji dan Umrah akan menggunakan basis data waiting list nasional yang bersumber dari Sistem Informasi dan Komputerisasi Haji Terpadu (SISKOHAT) sebagai dasar utama perhitungan kuota haji 1447 Hijriah/2026.
Meskipun terlihat ada penambahan dan pengurangan kuota di sejumlah provinsi (disparitas tajam antara tahun 2026 dan 2025), hal tersebut bukan disebabkan oleh perubahan jumlah kuota nasional, melainkan akibat perubahan mendasar pada rumus pembagian yang baru. (ant)