Laporan Penipuan Keuangan Digital Melonjak, OJK Ingatkan Risiko Scam Online
Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Perlindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Friderica Widyasari Dewi-Nurul Fitriana-JawaPos.com
BELITONGEKSPRES.COM - Digitalisasi kini jadi tumpuan transformasi di hampir semua sektor, termasuk industri jasa keuangan. Namun, perkembangan teknologi selalu punya sisi gelap: penipuan digital, scam, dan aktivitas keuangan ilegal yang merugikan masyarakat.
Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK, Friderica Widyasari Dewi, menegaskan bahwa layanan keuangan digital hanya bisa berkembang sehat jika dibangun di atas fondasi kepercayaan serta perlindungan konsumen. Ia menyampaikan hal itu saat Indonesia Digital Bank Summit 2025 di Jakarta, Selasa 19 Agustus.
Menurutnya, digitalisasi dan keterbukaan informasi mempermudah ruang gerak scammer dan fraudster. Itu sebabnya, pelaku industri perbankan, fintech, asuransi, dan pasar modal harus memperkuat keamanan digital agar data konsumen terlindungi.
“Kalau kepercayaan publik hilang, permintaan bisa jatuh, uang masyarakat bukannya masuk ke sektor produktif, malah lenyap karena jadi korban investasi ilegal. Kerugiannya sudah lebih dari Rp120 triliun, ini memprihatinkan,” jelasnya.
BACA JUGA:Investasi Energi Terbarukan Pertamina NRE Terbukti Dongkrak Kinerja CREC, Laba Melonjak 38 Persen
BACA JUGA:Jadwal Sidang Korupsi Dana Hibah KONI Belitung, 2 Tersangka Resmi Dipindahkan ke Lapas Pangkalpinang
Friderica, yang akrab disapa Kiki, menegaskan bahwa hadirnya UU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) menjadi jawaban atas pesatnya digitalisasi.
Sebelumnya, regulasi perbankan, pasar modal, asuransi, dan dana pensiun tidak secara spesifik mengatur layanan digital. Kini, lewat UU No. 4 Tahun 2023, OJK mendapat kewenangan lebih tegas untuk menindak penipuan dan aktivitas ilegal di sektor jasa keuangan.
Ia juga mengapresiasi kolaborasi lintas lembaga, mulai dari Kepolisian, Kejaksaan, hingga kementerian, dalam Satgas PASTI (Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal). Sejak dibentuk, satgas ini sudah menutup 1.840 entitas ilegal berupa aplikasi dan situs keuangan tanpa izin.
Di sisi lain, Indonesia Anti-Scam Center (IASC) yang berdiri sejak November 2024 mencatat kerugian masyarakat akibat scam digital tembus Rp4,6 triliun. Angka laporan pun melonjak, kini mencapai 700–800 pengaduan per hari.
Berdasarkan UU P2SK, pelaku usaha keuangan ilegal bisa dijerat hukuman 5–10 tahun penjara serta denda Rp1 miliar hingga Rp1 triliun.
Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech) mencatat dalam survei awal 2025, kerugian akibat aktivitas ilegal ini mencapai Rp476 miliar dengan lebih dari 1,2 juta laporan. Dewan Pengawas Aftech, Aldi Haryopratomo, menegaskan perlunya kolaborasi erat regulator dan industri untuk memberantas kejahatan digital. “Melawan scam tidak bisa dilakukan sendirian, semua pihak harus terlibat,” ujarnya. (jpc)