SUDAH lebih 13 tahun saya ingin berjumpa orang ini: tidak kesampaian. Ia begitu sibuk. Saya juga terlibat begitu banyak urusan. Keinginan bertemu itu untuk satu tujuan: ingin mengucapkan terima kasih kepadanya.
Hari ini saya pasti bertemu dengannya. Di Malang. Di Fakultas Teknik Mesin Universitas Brawijaya. Ia meraih gelar doktor teknik mesin pukul 09.00 pagi ini.
Namanya: Teguh Widjajanto.
Waktu itu Anda dan saya lagi punya problem besar. Teguhlah yang bisa menyelesaikannya.
Anda sudah tahu: musuh utama listrik saat itu adalah byar-pet. Kalau pet byar-nya lama. Berkali-kali. Termasuk di wilayah Anda. Pun di Medan.
BACA JUGA:Pengkhianat Drone
BACA JUGA:Nusantara Indonesia
Byar-pet itu lebih parah kalau di suatu wilayah salah satu pembangkit listrik rusak. Seperti yang terjadi di Belawan. Bayangkan marahnya orang Medan. Orang Jawa saja kalau lagi marah bisa tidak ingat jasa. Apalagi ini di Medan.
Pembangkit yang di sana rusak. Turbinnya merek Siemens dari Jerman. Tentu Siemens punya kewajiban memperbaikinya. Tidak masalah. Yang bermasalah adalah: berapa lama perbaikan itu baru selesai. Tiga bulan. Banyak prosedur yang harus dilakukan. Harus kirim tim untuk menganalisis persoalan.
Tidak ada jalan? "Begitu banyak insinyur di PLN. Ribuan. Masak tidak ada satu pun yang bisa memperbaikinya." Anda tahu siapa yang marah itu.
Maka dikumpulkanlah daftar insinyur mesin yang dianggap menonjol. Malam itu juga harus ditemukan. Semua dihubungi. Diberi tantangan. Ternyata ada satu anak muda yang tertantang.
Namanya: Teguh Widjajanto. Ia alumni teknik mesin Universitas Brawijaya. Ayahnya tentara tapi pangkat rendahan.
Waktu itu Teguh sebagai karyawan anak perusahaan PLN –PJB (PT Pembangkitan Jawa Bali). PJB sekarang sudah diubah namanya menjadi Nusantara Power –bersaing dengan anak perusahaan PLN lainnya: Indonesia Power.
BACA JUGA:Emas Budi
BACA JUGA:Rasional Khalwat