Baik manakah akal-akalan tapi masuk akal dengan akal-akalan yang tidak masuk akal?
Tentu Anda pilih yang fair. Tanpa akal-akalan. Masalahnya: politik itu penuh akal-akalan. Kadang kita dihadapkan pada pilihan di atas.
Adakah akal-akalan yang masuk akal? Ada.
Yang tahu hanya satu orang: Si pengacara banyak akal bernama Boyamin Saiman. Ia asal Solo. Berkali-kali mengajukan gugatan ke MK. Di banyak hal. Pembaca Disway sudah tahu apa saja yang digugatnya.
Hobi menggugat itu diwarisi anak sulungnya Almas, yang kini jadi pengacara di Balikpapan. Gara-gara gugatan Almas lah Gibran memenuhi syarat jadi wakil presiden.
Pun anak kedua dan ketiga Boyamin juga menggugat ke MK. Gara-gara gugatan anak Boyamin itu Kaesang Pangarep gagal jadi calon gubernur Jateng.
DPR kelihatan marah atas putusan MK Selasa lalu itu. Keesokan harinya Baleg DPR bersidang. Putusan kilatnya: tidak mau melaksanakan putusan MK. Baleg DPR pilih menggunakan putusan Mahkamah Agung (baca Disway kemarin: Anti Gempa).
BACA JUGA:Anti Gempa
Secara kilat pula DPR diundang sidang paripurna. Waktunya tidak sampai 24 jam dari surat undangan ditandatangani. Acara paripurna: membuat putusan yang isinya sama dengan yang telah diputuskan Baleg.
Mestinya paripurna itu dilaksanakan Kamis kemarin. Pukul 09.00 WIB.
Sidang paripurna itu batal. Tidak memenuhi kuorum.
Kalau pun tidak batal, "Putusan DPR itu akan sia-sia. Bahkan mencelakakan Kaesang. Sekaligus menguntungkan PDI-Perjuangan," ujar Boyamin (Baca Disway kemarin).
Sebenarnya, ujar Boyamin, ada cara lain yang kelak tidak akan bisa disemprit oleh MK.
"Cara ini juga akal-akalan, tapi lebih masuk akal," ujar Boyamin tadi malam. Boyamin mengirimkan voice message ke saya. Isinya tentang akal-akalan tapi masuk akal.
Jadi, kata Boyamin, DPR jangan pakai putusan MA. Lebih baik membuat putusan sendiri. Yakni melahirkan UU Pilkada yang tidak bertentangan dengan putusan MK.