Dana itu ternyata sekaligus untuk menggerakkan ekonomi di pedesaan. Juga untuk membangkitkan wirausaha kecil di desa.
BACA JUGA:Trik SGIE
BACA JUGA:Lempar Handuk
Anas punya daftar lengkap siapa yang berhak mendapat makan gratis. Di RT berapa, RW mana, kelurahan/desa apa. Setiap 50 orang dikelompokkan berdasar lokasi terdekat.
Untuk memberi makan kelompok 50 orang itu ditunjuk satu pengusaha catering UMKM terdekat.
Maka muncul pengusaha-pengusaha kecil bidang katering di desa-desa. Yang belanja bahannya pun di desa. Uangnya muter di desa.
Masyarakat desa, juga perangkatnya, diberi tahu berapa anggaran sekali makan itu. Agar ada kontrol dari masyarakat apakah UMKM-nya mengambil untung terlalu besar.
Di Banyuwangi program itu berjalan. Pagi hari pengusaha kecilnya mengantarkan nasi ke alamat penerima. Sorenya mengantar nasi lagi untuk makan malam, sambil mengambil rantang yang sudah kosong. Begitu seterusnya.
Tidak ada celah korupsi di Banyuwangi. Juga tidak terjadi komplain atas kualitas makanan –dibandingkan dengan anggaran. Juga tidak terjadi catering besar mengambil alih beberapa katering kecil.
Ratusan usaha kecil katering pun hidup dari program Anas tersebut. Saya pernah ke rumah-rumah penerima makan gratis itu. Saya kagum dengan tata-cara pemberian makan gratis di sana.
BACA JUGA:Banteng Terluka
BACA JUGA:Utang Emas
Apakah kelak penggunaan dana Rp 400 triliun dibuat seperti yang terjadi di Banyuwangi? Saya tidak tahu.
Mantan Bupati Banyuwangi yang sekarang Menpar RB Azwar Anas dengan program makan gratisnya.--
Setidaknya, kalau dana itu jadi menggelontor, saya berharap bisa mengambil model makan gratis di Banyuwangi.
Kalau pun misalnya yang terpilih ternyata Anies Baswedan atau Ganjar Pranowo, tetap saja cara Banyuwangi tersebut bisa jadi contoh program yang berjalan baik.