Saya lihat ada jagung manis di prasmanan saladnya. Ini di Jepang. Pasti jagungnya enak. Saya ambil agak banyak. Balas dendam yang di lounge Jakarta. Tambah selada, tomat, timun dan asinan zaitun. Sausnya pilih thousand island.
Setelah itu masih ambil nasi dibungkus rumput laut goreng. Lalu sushi. Ayam goreng. Daging burger. Terakhir ambil nasi putih di mesin. Nasi putih Jepang.
Mesin nasi itu sebesar kulkas satu pintu. Setelah saya letakkan piring di bagian bawah mesin itu layarnya menyala.
Ada tiga pilihan di layar: 85 gram, 150 gram atau 250 gram.
BACA JUGA:Timah Kolektor
Saya tekan yang pertama: plok. Seonggok nasi putih jatuh ke piring.
Nasi itu saya makan dengan kare ayam Jepang. Kenyang. Naik pesawat bisa langsung tidur.
"Saya tidak mau dibangunkan untuk makan malam," pesan saya pada pramugari.
Saya pun langsung mengamati kode-kode di sekitar tempat duduk: mana lampu baca, lampu meja, cara melihat TV, global WiFi, dan terutama cara merebahkan kursi jadi tempat tidur.
Pulas.
Ketika bangun sudah pukul 4 subuh waktu Tokyo. Mungkin sudah hampir di atas Alaska.
Ternyata pramugari menaikkan penutup di sebelah kursi saya. Juga menutup pintu geser sebelah tumpuan kaki saya.
Sedang pembatas dengan kursi sebelah sudah dinaikkan sebelum saya masuk pesawat. Jadilah tempat duduk saya seperti kamar kecil: 2x1 meter.
Saya tidak tahu siapa di sebelah: cewek atau cowok.
Setelah ke kamar kecil, gosok gigi dan tayamum, saya kembalikan tempat tidur menjadi tempat duduk. Lalu minum air putih satu botol.
Saya pun ingat pesan orang tua: bergerak.