BACA JUGA:Nilai 70
Kemarin saya ingat-ingat namanya: tidak ingat. Saya cari nomor teleponnya: hilang.
Tadi malam saya ceritakan soal itu ke Prof Dr Toar Jean Maurice Lalisang SpB-KBD. Ia tim inti transplantasi hati RSCM/UI.
"Itulah problem sosial kita pak," jawab Prof Toar.
Seperti transplant terhadap Harry Bayu ini, tim RSCM sudah bisa mengerjakannya dalam operasi 14 jam. Dulu operasinya sampai 20 jam. Ada yang sampai 24 jam. Tergantung tingkat kesulitannya.
Prof Toar yang lahir di Belanda itu ternyata memang turunan dokter. Neneknya adalah dokter. Dia wanita kedua di Indonesia yang sekolah kedokteran di Stovia –kelak jadi fakultas kedokteran Universitas Indonesia. Anda sudah tahu sang nenek: Anna Warrow.
Ibunya juga seorang dokter: lulusan Leiden, Belanda. Saat kuliah itulah sang ibu bertemu mahasiswa ekonomi di Amsterdam –di kampusnya Frans Seda, Radius Prawiro, dan Kwik Kian Gie. Mereka sudah saling kenal di Indonesia tapi baru jatuh cinta di sana. Kawin. Lahirlah Toar.
Prof Toar sendiri punya anak yang jadi dokter. Berarti dokter empat generasi.
BACA JUGA:Nilai Nol
BACA JUGA:Perang Bukan
"Toar itu apa?" tanya saya.
"Itu nama laki-laki di Minahasa. Kalau di Jawa seperti Bambang," jawabnya. "Toar sendiri artinya cahaya," tambahnya.
Harry kini di bawah pengawasan Prof Toar. Selama di RSCM. Tapi setelah pulang nanti tidak ada lagi yang mengawasinya.
Harry sendiri yang harus disiplin. Juga istri dan keluarganya.