Utang Emas

Selasa 19 Dec 2023 - 22:34 WIB
Reporter : Dahlan Iskan

Saya dan anak saya diajak ke  salah satu destinasi wisata, ke sebuah tempat yang dibuat seolah-olah lokasi penambangan emas. Kami dibawa menyusuri lorong bawah tanah, menyaksikan diorama bagaimana penambang emas itu bekerja dengan segala kesulitan dan risikonya. Juga cara  bagaimana batuan  emas itu diolah, dimurnikan dengan tungku panas. 

Kami tahu melalui narasi yang disampaikan dalam Bahasa Indonesia. Di kereta yang membawa kami ada tombol pilihan bahasa apa yang mau kami dengar. Sekeluarnya dari lorong gelap itu, kami diperlihatkan bagaimana cara perajin emas  bekerja. Dari balik kaca. Saya mengamati  betapa sulitnya  perhiasan itu dibentuk, pun sekadar sebuah cincin yang sederhana. 

Jadi memaklumi mengapa dalam transaksi pembelian emas ada yang diperhitungkan sebagai ongkos. 

Setelah melihat pandai emas itu bekerja, kami diarahkan ke suatu tempat. Area itu luas, terang benderang dengan cahaya lampu. Kilauan emas dan permata terpancar dari dalam etalase kaca. Itulah toko emas terbesar yang pernah saya lihat. 

Seorang pramuniaga pria, menggunakan bahasa Indonesia menyambut kami dengan ramah dan menggiring saya ke salah satu etalase. Saya tertarik pada sebuah liontin permata. Saya teringat ibu. Harga perhiasan itu tidak terlalu mahal, masih terjangkau. Apalagi sebagai pemenang grand prize saya juga mendapatkan uang saku.

Kebetulan harga perhiasan itu setara dengan uang saku yang saya dapatkan. Tanpa pikir panjang, saya membelinya. Hebat benar ya pramuniaga ini, bisa menebak isi kantong eh dompet saya.. ha ha. Prosesnya lama, liontin permata itu dibawa masuk ke dalam oleh pramuniaga tadi. Katanya mau difoto dan dibuatkan sertifikat. Saya bertanya, "apakah emas ini bisa dijual kembali di Jakarta?". Lalu Ia menjawab "untuk apa beli kalau untuk dijual lagi? "Maksud saya, apakah emas ini laku dijual di tempat lain? Bisa, ia hanya  menyebutkan satu daerah di Jakarta-Glodok. 

Saya tidak tahu apakah pada saat itu istri Mas Nanang –Mbak Tari– juga  terjebak membeli seperti saya, tidak sempat saya tanyakan.

Belakangan ibu saya mendatangi sebuah toko emas di Depok. Beliau bermaksud untuk menjual perhiasan itu sekaligus memastikan apakah emas yang dilengkapi sertifikat itu laku dijual. 

Ternyata tidak laku. Beliau tunjukkan sertifikat pembeliannya. Juga tidak ada pengaruhnya. Kadar emasnya tidak sesuai kriteria. Permata yang terlihat berkilau itu hanya aksesori yang bernama zirconia. 

Tidak menyerah, ibu ke toko yang lain. Juga tidak mau terima. Puji Tuhan, seorang inang-inang yang duduk di emperan toko emas itu menjadi penolong. Dia  mau membelinya dengan harga Rp 800.000. Tidak mau lebih. Permatanya dilepas saja. Tidak berharga. "Ini hanya serpihan seperti kaca," katanya. 

Bagi saya, memiliki ''emas'' ternyata bukan sebuah investasi. Mengalami kerugian sebesar Rp 1.200.000 bukanlah suatu penyesalan. Saya menganggap itu sebagai sebuah pembelajaran yang berharga.

***

Pun pembelian emas Antam 6 ton oleh pengusaha Surabaya itu juga sebuah pembelajaran. (*)

Kategori :

Terkait

Rabu 11 Dec 2024 - 15:33 WIB

Tolak Bom

Selasa 10 Dec 2024 - 15:15 WIB

CREW Beras

Senin 09 Dec 2024 - 14:52 WIB

Maulana Kabbani

Minggu 08 Dec 2024 - 15:06 WIB

Restitusi Berduit

Sabtu 07 Dec 2024 - 13:30 WIB

Final 150Tv250T