Modusnya sama: angka di rekapan plano dihapus. Dengan tape ex. Lalu diisi dengan angka baru.
''Kita harus datang saat proses rekap belum selesai. Ketika pengawas pemilu masih pegang plano yang ada tanda tangan basah,'' katanya.
Risah menangkap basah. Lalu angka lama pun dikembalikan.
Tidak takut?
''Tidak. Tidak akan terjadi apa-apa. Banyak petugas keamanan di situ,'' katanya. ''Pulangnya saja yang harus hati-hati,'' tambahnya.
BACA JUGA:Hilirisasi Rudi
BACA JUGA:Setelah Putaran
Setelah lewat proses itu sudah sulit ditolong. ''Harus selesai di lokasi. Kalau pun harus main celurit harus saat itu juga,'' ujarnya bermetafora.
Mengapa kejadian seperti itu tidak dipersoalkan?
''Biasanya yang kena copet juga pernah berusaha mencopet,'' kata Risang. ''Dan lagi saling copet itu lebih banyak terjadi di caleg sesama partai,'' tambahnya.
Dua caleg yang minta dibantu Risang senang. Mereka berhasil dapat kembalian suara copetan.
Risang juga membenarkan: copet-mencopet seperti itu hanya terjadi untuk suara pileg DPR, DPRD provinsi dan DPD. Tidak terjadi di penghitungan suara Pilpres. Tidak pula di penghitungan suara caleg DPRD kabupaten.
Untuk Pilpres dan DPRD kabupaten semuanya berjalan lurus. Orang Madura punya alasan filosofis: dua jenis Pemilu itulah yang murni memerlukan aspirasi rakyat langsung.
BACA JUGA:Solusi Sapi
BACA JUGA:Kaca Spion
Tahun ini hanya ada dua orang yang bersuara keras: merasa kecopetan. Anda sudah tahu lebih dulu. Yakni seorang wanita yang di TPS-nyi sendiri dapat suara nol. Padahal dia dan seluruh keluarganyi nyata-nyata mencoblos dia.