Agomo Budoyo

Jumat 11 Apr 2025 - 17:35 WIB
Reporter : Dahlan Iskan
Editor : Yudiansyah

Ada empat mobil yang parkir di garasi terbukanya. Termasuk Alphard. Lalu ada masjid kecil di halaman depan. Bentuk masjidnya seperti kelenteng. Dibuat mirip masjid Cheng Hoo di Surabaya.

Kirun memang pernah ke masjid di Guangzhou, Tiongkok. Pandangannya tentang Tiongkok dan Islam berubah sejak dari sana. Ia juga ke Shenzhen: melihat bagaimana negara di sana melestarikan budaya Tiongkok. Ia nonton ludruk Tiongkok di Shenzhen. Di sana disebut cha guan.

Pandangan Kirun yang lapang juga lantaran kirun banyak jalan ke berbagai negara. Juga ke berbagai daerah. Ia melihat begitu banyak perbedaan tanpa harus bermusuhan.

Kirun pernah empat tahun di Papua. Di Sorong. Di Manokwari. Di Jayapura. Waktu itu Kodam di sana –juga di provinsi lain– punya bagian kesenian untuk sosialisasi program-program pemerintah. Kirun menjadi pegawai sipil di Kodam. Dengan tugas utama di panggung-panggung kesenian.

''Menghidup-hidupkan kesenian'' sudah menjadi prinsip dalam hidupnya. Kesenian telah memberinya hidup yang baik. Ia melihat alangkah keringnya kehidupan tanpa kesenian.

Di pemerintahan, katanya, generasi berganti. Di tentara terus berganti. Di tokoh-tokoh agama juga terus terjadi pergantian generasi. Kalau di kesenian tidak terjadi hal yang sama, kesenian ini akan punah. Lalu identitas bangsa ini akan ikut hilang.

Kirun hanya tamatan SMP. Di desa itu. Lalu main wayang orang. Ikut ketoprak. Ludruk. Dan apa saja. Salah satu dari dua anaknya baru saja lulus Institut Seni Indonesia Solo. Jurusan karawitan. Satunya lagi wanita, kawin dengan tentara.

"Kompleks padepokan ini luas sekali. Ada dua hektare?”

"Ya segitulah kira-kira".

"Mengapa banyak kamar bernomor?”

"Seniman dari mana-mana sering ke sini. Menginap di sini," katanya. Gratis. Ia pun menyebut nama-nama seperti Soimah, Sudjiwo Tedjo, Gus Mus, dan banyak lagi. Berarti padepokan ini juga dilengkapi wisma seni. Cocok dengan nama padepokan.

BACA JUGA:Tunggu 20 Persen

Tak terasa lebih satu jam saya ngobrol dengan Kirun. Waktunya ke Takeran, Magetan –ngurus pesantren. Saya pun minta izin membawa beberapa makanan kecil ke mobil.

Saat melihat saya datang tadi Kirun langsung panggil anak muda di situ. "Cepat ke pasar. Beli jongkong, cenil, dan grontol. Beliau suka suguhan seperti itu. Sama-sama orang desa," ujar Kirun.

Kirun benar dengan segala ucapannya itu. (DAHLAN ISKAN)

Kategori :

Terkait

Sabtu 27 Dec 2025 - 13:23 WIB

Gembala Sudung

Jumat 26 Dec 2025 - 20:17 WIB

Dosa Pertama

Kamis 25 Dec 2025 - 12:10 WIB

Natal Dairi

Rabu 24 Dec 2025 - 21:06 WIB

Tetap Perawan

Selasa 23 Dec 2025 - 20:26 WIB

Ateis Rob