Doa Sritex

Minggu 02 Mar 2025 - 15:36 WIB
Reporter : Dahlan Iskan
Editor : Yudiansyah

Tapi upaya untuk berkelit dari pailit terus diupayakan. Termasuk secara politik. Jumlah buruh Sritex yang mencapai lebih 30.000 menjadi "kartu As".

Gagal.

Maka tanggal 1 Ramadan kemarin resmi Sritex pailit. Pabrik ditutup. Hak-hak karyawan jelas: PHK. Lalu akan menerima pesangon sesuai dengan hukum perburuhan yang berlaku.

Semoga perusahaan masih punya uang di kasnya untuk pembayaran pesangon ini. Kalau tidak, harus menunggu Sritex laku dijual. Hasil penjualan perusahaan ini akan diprioritaskan untuk membayar pajak-pajak dan pesangon karyawan. Selebihnya dibagi secara proporsional kepada para kreditor.

Maka setelah ini akan ada lelang. Bisa terbuka. Bisa tertutup. Terserah kurator. Bisa dilelang parsial atau global. Terserah kurator. Bisa tanahnya dijual sendiri, pabriknya dijual sebagai besi tua, terserah kurator. Atau dijual ke pabrik tekstil lain yang ingin ekspansi. Terserah kurator.

Maka pabrik-pabrik tekstil besar kini berlomba mengincar mayat Sritex. Tidak hanya pabrik di dalam negeri. Juga pabrik tekstil dari luar negeri. Anda sudah bisa mengira: hanya perusahaan tekstil dari Tiongkok yang mampu membeli mayat begitu mahalnya.

Lantas akan ke mana duo-Iwan putra Lukminto?

Bisakah ia jadi pemilik baru Sritex? Dengan cara ikut jadi pembeli dengan harga murah?

Tidak boleh. Teorinya. Tapi banyak terjadi: orang sepertinya bisa pakai nama orang lain.

Rasanya duo-Iwan tidak akan melakukan itu. Pertama, belum tentu dua bersaudara ini kompak. Kedua, mereka masih punya banyak perusahaan lain.

Iwan Kurniawan, dirut Sritex sepeninggal ayahnya, masih punya lima atau tujuh pabrik tekstil lain di luar Sritex. Iwan Setiawan tidak ikut di situ tapi juga masih punya usaha lain.

Sritex yang pailit hanya meliputi empat perusahaan. Jadi secara jumlah Iwan Kurniawan masih punya pabrik tekstil lebih banyak di luar Sritex. Di Boyolali. Di Semarang. Di Yogya. Hanya saja, secara nilai, mungkin gabungan empat perusahaan yang di Sritex lebih besar.

Maka doa kubur yang harus dibacakan hanya untuk yang empat itu. Disertai doa semoga cepat bisa lahir kembali dengan berganti bapak. Lalu buruh yang sudah terima pesangon bisa melamar kembali ke pabrik baru entah apa namanya nanti.

Begitu bertubi berita gelap belakangan ini di tengah upaya menyalakan lampu-lampu harapan baru. Coba Anda hitung mana yang lebih banyak: lampu yang mati atau lampu baru yang menyala lebih terang. (Dahlan Iskan)

Kategori :