BELITONGEKSPRES.COM - Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen menjadi topik perdebatan di berbagai kalangan. Salah satu suara kritis berasal dari aktivis Gerakan Mahasiswa 1998, Haris Rusly Moti, yang menyoroti konteks politik di balik kebijakan ini.
Haris menjelaskan bahwa pemerintahan di bawah Presiden Prabowo Subianto hanya menjalankan amanat undang-undang (UU) yang disetujui oleh DPR pada 2021. Ia menegaskan bahwa kebijakan tersebut telah disesuaikan untuk mengurangi dampak pada masyarakat umum.
“Presiden Prabowo hanya menjalankan perintah UU yang telah disahkan oleh mayoritas fraksi di DPR, yang saat itu dipimpin oleh Ketua DPR Puan Maharani,” ungkap Haris pada Sabtu, 21 Desember.
Haris mengingatkan bahwa UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) merupakan tanggung jawab bersama, termasuk politisi PDIP yang sekarang mengkritisi kenaikan PPN. Menurutnya, UU tersebut disahkan ketika PDIP masih berkuasa di parlemen, dengan Dolfie OFP dari Fraksi PDIP sebagai ketua panitia kerja pembahasan UU tersebut.
BACA JUGA:AirNav Indonesia Siap Kawal Navigasi Penerbangan Selama Libur Akhir Tahun
BACA JUGA:BPH Migas Jalin Sinergi untuk Memastikan Kelancaran Pasokan BBM Periode Nataru
Ia menambahkan bahwa Presiden Prabowo hanya menjalankan mandat sesuai sumpah jabatan, dan pelaksanaannya sudah direvisi untuk meminimalkan beban bagi masyarakat.
“Prabowo, melalui masukan dari delegasi DPR yang dipimpin oleh Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad, memutuskan bahwa PPN 12 persen hanya akan diberlakukan untuk barang-barang mewah,” jelas Haris.
Kebijakan kenaikan PPN yang direncanakan mulai berlaku Januari tahun depan tidak muncul secara mendadak, dan Haris mengajak semua pihak untuk memahami latar belakang sejarahnya. Ia mengutip Bung Karno, “Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah (Jasmerah), karena semua kebijakan memiliki asal usulnya.”
Haris juga mengingatkan politisi PDIP agar tidak mengabaikan bahwa UU HPP disahkan saat partai mereka memegang kekuasaan. Ia menekankan bahwa tanggung jawab atas kebijakan ini berada pada partai tersebut.
“Jika ditanya siapa yang bertanggung jawab atas kebijakan PPN 12 persen, menurut saya, PDIP memegang tanggung jawab utama karena mereka punya kesempatan untuk menghentikan pengesahan UU ini,” tandasnya. (jpc)