Airlangga Hartarto Tegaskan QRIS dan e-Money Bebas dari Kenaikan PPN 12 Persen
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menjawab pertanyaan awak media di gedung Kemenko Bidang Perekonomian usai menggelar Rapat Kordinasi di Jakarta, Jumat (20/12/2024). -Salman Toyibi-Jawa Pos
BELITONGEKSPRES.COM - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memberikan penegasan terkait kebijakan pajak atas transaksi digital di Indonesia. Dalam keterangan terbarunya, Airlangga memastikan bahwa pembayaran berbasis QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard) dan e-Money, seperti e-toll, tidak akan dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Hal ini menepis kekhawatiran masyarakat terkait rencana kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen yang akan berlaku efektif mulai 1 Januari 2025.
“QRIS tidak dikenakan PPN. Begitu pula transaksi dengan kartu debit lainnya. Jadi, masyarakat tidak perlu khawatir,” ungkap Airlangga saat menghadiri acara di Kota Tangerang, Banten, Minggu 22 Desember. Ia menambahkan, sistem pembayaran QRIS sudah diakui dan digunakan di sejumlah negara Asia, seperti Singapura, Malaysia, Vietnam, dan Thailand. Bahkan, transaksi lintas negara dengan QRIS juga tidak dikenakan PPN.
Airlangga menegaskan bahwa pemerintah memfokuskan kebijakan PPN pada barang, bukan pada sistem pembayaran. “Payment system seperti QRIS dan e-toll tidak dikenakan PPN karena ini transaksi jasa. Sedangkan PPN hanya berlaku untuk barang,” jelasnya.
BACA JUGA:Proyeksi 3 Tren Ekonomi Kreatif 2025 oleh Kemenekraf
BACA JUGA:Kemenkeu Tegaskan Kenaikan PPN 12 Persen Tidak Ganggu Pertumbuhan Ekonomi
Lebih lanjut, ia juga memastikan bahwa sektor transportasi, termasuk tarif tol, tetap bebas dari PPN, meskipun tarif PPN secara umum naik menjadi 12 persen.
Selain itu, Airlangga juga menegaskan bahwa bahan pokok seperti tepung terigu, minyak goreng, dan gula tidak akan terdampak oleh kenaikan PPN. Demikian pula dengan sektor kesehatan dan pendidikan, yang sebagian besar tetap bebas dari tarif PPN, kecuali pada barang dan jasa tertentu yang diatur secara khusus.
Airlangga juga merespons isu yang beredar bahwa kenaikan PPN akan signifikan memengaruhi inflasi. Menurutnya, kenaikan dari 11 persen ke 12 persen adalah langkah moderat yang dampaknya terhadap inflasi relatif kecil. "Kenaikannya hanya 1 persen, bukan lonjakan besar dari nol ke 12 persen. Jadi, pengaruhnya terhadap inflasi nasional sangat terbatas," katanya.
Di sisi lain, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Dwi Astuti, mengklarifikasi bahwa pajak atas jasa layanan uang elektronik, seperti yang diatur dalam UU PPN sejak 1983, bukanlah kebijakan baru.
BACA JUGA:Menko Airlangga: Depresiasi Mata Uang Tidak Hanya Terjadi pada Rupiah, Tapi Juga pada Negara Lain
BACA JUGA:Pemerintah Pastikan Kebijakan Kenaikan PPN Tidak Mengorbankan Perlindungan Pekerja
Ia menjelaskan bahwa layanan uang elektronik sudah termasuk dalam objek PPN berdasarkan peraturan yang berlaku. Meski demikian, Airlangga menegaskan bahwa untuk transaksi sehari-hari melalui sistem pembayaran digital seperti QRIS, masyarakat tidak perlu khawatir dikenakan tarif PPN yang lebih tinggi.
Dengan penjelasan ini, pemerintah berharap masyarakat lebih tenang dalam menghadapi implementasi kebijakan PPN yang baru, seraya mendorong penggunaan sistem pembayaran digital yang terus berkembang. (jpc)